Dalam bahasa yang sederhana, pesantren radikal yang menjustifikasi terorisme adalah pesantren yang dikelola oleh Wahabi Salafi. Sedangkan pesantren moderat dan toleran adalah pesantren yang dikelola oleh kelompok NU (Nahdlatul Ulama).
Benarkah Ada Pesantren Radikal?
Pesantren, Radikalisme dan Terorisme. Mayoritas pesantren berafiliasi kultural dan ideologis ke NU (Nahdlatul Ulama) yang moderat dan inklusif. Dan sebagian kecil pesantren, terutama di perkotaan, yang berafiliasi ideologis ke ajaran puritan Wahabi Salafi yang radikal, ekstrim dan ekslusif. Pesantren jenis terakhir inilah yang harus diwaspadai pemerintah.
Kementerian agama menyatakan bahwa ada sekitar 20 pesantren yang teridentifikasi mengajarkan radikalisme. Mereka juga tidak memiliki izin dari kemenag.[1]
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution mengatakan telah memegang 19 nama pesantren berpaham radikal yang berkaitan dengan figur teroris.[2]
Walaupun ada yang menganggap tudingan BNPT itu ceroboh karena tidak berkoordinasi lebih dulu dengan Kemenag dan BIN,[3] bahkan ada yang menyangkal keras tuduhan tersebutm [4] akan tetapi kalau mengacu pada evaluasi dari Kemenag pada 2014 di atas, statemen ini bukanlah berlebihan. Bahkan, mungkin, bisa lebih dari 19 pesantren yang terindikasi mengajarkan radikalisme dengan level intensitas yang bervariasi.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah dan Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Dr Ahmad Satori Ismail tidak menampik tudingan BNPT tersebut. Ia hanya berharap pemerintah dan lembaga-lembaga terkait lainnya harus benar-benar mencermati keberadaan pondok pesantren radikal tersebut. Selain mencoreng citra pondok pesantren, mereka juga telah melakukan pelanggaran.[5]
Satori mengingatkan mereka yang kurang mengerti dunia pesantren bahwa “fungsi pesantren sangat luar biasa dan itu sudah berlangsung berabad-abad. Sekarang ribuan pesantren besar dan kecil tetap mengajarkan Islam yang indah dan damai. Tak salah pesantren identik dengan tempat lahirnya ulama-ulama besar.”[6]
KH. Salahuddin Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, juga tidak menyangkal adanya pesantren yang berfaham radikal. “Tapi saya tidak tahu jumlah pastinya,” katanya seperti dikutip Kompas.[7]
Namun ia mengingatkan bahwa “Pesantren hampir sebagian besar berorientasi kepada NU yang punya nasionalisme tinggi karena perjalanan sejarah bangsa kita yang panjang.”[8]
Peta Pesantren di Indonesia
Pesantren pada asalnya adalah suatu lembaga pendidikan Islam berasrama (boarding school). Dulu, pesantren hanya didirikan oleh kalangan santri tradisional yang sejak 1926 sampai saat ini dikenaal dwngan dan bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Seiring dengan berputarnya zaman, maka lembaga pesantren kemudian tidak hanya menjadi ciri khas kalangan santri NU, tapi juga dibuat oleh kelompok ormas Islam lain seperti Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dan ormas-ormas Islam lain yang secara ideologi sedikit banyak terinspirasi akidah Wahabi.
Oleh karena itu, secara garis besar pesantren di Indonesia terbagi menjadi dua golongan besar yaitu pesantren NU dan pesantren Wahabi Salafi.
Pesantren Afiliasi NU
Pesantren yang sexara kultural, organisasional dan/atau ideologis berafiliasi pada Nahdatul Ulama (NU) terdiri dari tiga jenis sistem meliputi (a) pesantren salaf, (b) pondok modern, dan kombinasi dari salaf moden.
Dari ketiga bentuk sistem di atas ada varian-varian kecil seperti pesantren tarekat (tasawuf), kanuragan, rehabilitasi narkoba, pesantren cilik, tahdidz Al-Quran, pesantren teknologi, dan lain-lain.
Dari semua jenis pesantren yang berafiliasi ke NU umumnya mereka berfaham Islam tradisional yang moderat, inklusif dan toleran dalam menyikapi perbedaan. Baik perbedaan antargolongan di dalam internal Islam maupun dalam bersikap pada nonmuslim.
Pesantren Afiliasi Wahabi
Saat ini banyak pesamtren yang secara kultural dan ideologis berafiliasi ke Wahabi Salafi. Umumnya pesantren jenis ini berlokasi di perkotaan karena di sanalah basis massa mereka berada.
Pesantren Wahabi Salafi ada dua jenis. Pertama, pesantren yang berada di bawah ormas lokal yang ideologinya terinspirasi Wahabi Salafi. Kedua, pesantren tanpa atas nama ormas lokal dan didirikan secara khusus untuk menyebarkan ajaran Wahabi Salafi secara murni.
Pesantren Ormas Lokal Terinspirasi Paham Wahabi Salafi
Pesantren jenis ini memakai nama yang sama dengan nama ormas yang menaunginya. Seperti Pesantren Muhammadiyah, Pesantren Al-Irsyad, Pesantren Persis, Pesantren Hidayatullah, Pesantren MTA, dll.
Pesantren jenis ini umumnya tidak sekaku, seketat dan seekstrim ajaran Wahabi asli. Muhammadiyah bahkan sudah mulai cenderung bersikap seperti NU dalam berbagai isu nasional seperti mengakui ideologi Pancasila, dll. Namun demikian dalam berbagai kesempatan mereka selalu mengikuti irama yang dimainkan ideologi Wahabi dengan selalu menyerang kalangan NU terutama terkait masalah kontroversi klasik seperti soal bid’ah, syirik, khurafat, tahlil, maulid Nabi, ziarah kubur, halal bihalal, dan semacamnya. Sehingga hal ini mudah memantik api perpecahan dengan kalangan NU yang mayoritas. Apalagi dengan kalangan non-muslim.
Pesantren Penyebar Ideologi Wahabi Salafi Murni
Pesantren Wahabi jenis kedua adalah pesantren yang tidak bernaung di bawah ormas Islam lokal. Mereka berusaha untuk menyebarkan ajaran Wahabi Salafi secara murni. Umumnya para ustadz yang mengasuh pesantren ini berasal dari alumni universitas negeri Arab Saudi seperti Jamiah Islamiyah Madinah, Jamiah Ummul Quro, Jamiah Ibnu Saud, LIPIA Jakarta dan lain-lain.
Sebagian dari mereka mengganti nama pesantren dengan ‘mahad’, tapi ada juga yang tetap mempertahankan istilah pesantren. Nama pesantren yang dipakai umumnya memakai nama para Sahabat seperti Mahad Umar bin Khattab, nama ulama inspirator mereka seperti Pesantren Ibnu Taimiyah, nama ulama mereka seperti Pesantren Abdullah bin Baz, atau klaim kebenaran mereka seperti Pesantren Firqah Najiyah (Golongan yang Selamat), dll.
Pesantren Wahabi jenis kedua inilah yang memiliki sikap paling ekstrim dan eksklusif dibanding pesantren Wahabi Salafi jenis pertama. Dan kalau ada penilaian pemerintah yang menyatakan bahwa ada pesantren yang mengajakarkan radikalisme dan terorisme, maka pesantren jenis inilah yang dimaksud. Baca juga: Beda Pesantren Salaf, Pondok Modern dan Ponpes Salafi
Ajaran Ekstrimisme Wahabi Salafi
Beberapa ajaran ekstrim dan radikal pesantren Wahabi Salafi antara lain:
– Tidak mau mengakui Pancasila sebagai dasar negara.
– Tidak mengakui negara kesatuan Indonesia karena tidak bersistem syariah.
– Muslim dari golongan lain musyrik dan kafir karena tidak mengikuti ajaran Wahabi yang dianggap paling benar dan mutlak benarnya. Termasuk dianggap pelaku bid’ah, sesat dan musyrik adalah kalangan mayoritas muslim Indonesia yang suka tahlil, maulid Nabi, halal bi halal, dll. Ini pada gilirannya memicu counter attack dari pihak yang diserang.
– Kewajiban berjihad baik di dalam negeri atau di luar negeri karena saat ini Islam sedang dalam peperangan dengan kafir.
– Tapi di sisi lain menolak kalau diminta pertanggungjawaban atas terjadinya aksi teror.
– Mereka menganggap dan selalu percaya teori konspirasi bahwa segala peristiwa yang merugikan umat Islam adalah akibat konspirasi Yahudi, Zionis, non-muslim. Termasuk setiap serangan bom dianggap rekayasa pihak tertentu untuk mendiskreditkan umat Islam.
Radikalisme Ideologis Wahabi Salafi
– Memerangi para kaum shufi dan tarekat-tarekat tasawwuf serta menyatakan kesesatannya kecuali yang bisa menjadi patner mereka seperti JT (Jama’ah Tabligh).
– Membid’ahkan para pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi serta mensejajarkan mereka dengan golongan jahmiyyah (pengikut Jahm bin Shofwan) dan kaum Mu’tazilah.
– Menetapkan tangan, wajah, jihah (arah) kepada Allah dalam bentuk jisim (condong ke Mujassimah).
– Mengkafirkan orang yang bertawassul dengan para Nabi maupun para wali dan orang-orang salih karena dianggap syirik (menyekutkan Allah).
– Mengharamkan ziarah dengan menghadap agak lama ke kubur Rasul, syaddu al rihal (berangkat dari daerah yang jauh untuk ziarah kepada Rasulullah), Maulid Nabi, membaca Sholawat Nariyah, Sholawat Fatih, Dala-il al-Khoirot dan yang lainnya .
Kesimpulan
Pernyataan BNPT bahwa ada sebagian pesantren yang mengajarkan radikalisme dan berpotensi terorisme adalah benar dan faktual apabila itu merujuk pada sejumlah pesantren yang berideologi dan bermanhaj Wahabi Salafi. Beda Wahabi Salafi, Hizbut Tahrir dan Syiah
BNPT atau lembaga pemerintah lain harus tegas dalam menyatakan hal ini agar supaya masyarakat awam tidak bingung dan memberi stigma buruk pada semua pesantren yang mayoritasnya justru berafiliasi ke NU.
Dan pernyataan sebagian tokoh Islam yang menyatakan bahwa tidak ada satupun pesantren yang mengajarkan radikalisme yang ada adalah pesantren yang mengajarkan toleransi, inklusif dan moderat itu juga benar dan faktual apabila itu dikaitkan dengan pesantren yang berafiliasi kultural NU.[]
Footnote:
[1] Pernyataan Sekjen Kemenag Nursyam, BBC Indonesia, 28 Agustus 2014.
[2] Tempo.co, 2 Februari 2015
[3] Republika.co.id, 05 Februari 2016 mengutip pernyataan Anggota Komisi VIII DPR RI, Khatibul Umam Wiranu.
[4] Republika edisi 05 Februari 2016 melaporkan bahwa Sekretaris Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor, Amal Fathullah Zarkasyi menyatakan, tidak ada satupun pesantren di Indonesia yang mengajarkan para santrinya menganut paham radikalisme.
[5] Kompas.com, 5 Februari 2016
[6] ibid
[7] ibid.
[8] ibid.